Suatu sore sepulang kerja aku
ingin sekali makan soto betawi. Ngidam kayaknya (Lohh anaknya siapa? Hehehe). Sudah kepengen sejak beberapa hari yang lalu
sebenarnya cuma baru hari itu terpenuhi. Dan sebenarnya sudah ada juga tempat
makan soto betawi yang bisa dibilang enak dan memuaskan lah penyajian dan
servicenya. Cuma entah kenapa hari itu
pengen nyobain ditempat lain, di kereta sampai googling “tempat soto betawi
enak di depok”. Dan dapat lah satu yang lokasinya dekat rumah, lokasinya tepat
disamping Pasar Agung Depok. Namanya Soto Betawi Pak Haris.
Ketika pertama sampai agak heran
dan bingung dengan kondisi warung soto itu. Kumuh. Mulai bertanya tuh dalam
hati, serius nih enak sotonya? tempatnya aja begini. Kemudian yaa sudahlah
sudah sampai disini, masa gak jadi beli. Akhirnya pesan, 1 soto ayam betawi
kuah santan untuk dibawa pulang.
Sambil menunggu pesanan soto,
mata saya berkeliling sekitar area warung soto itu. Si ibu pemilik warung sudah
usia paruh baya, di warung itu juga ada seorang anak laki laki sekitar kelas
3-4 SD sepertinya entah anak atau cucu si pemilik, sedang menikmati nasi goreng
yang jadi makan malamnya. Di samping kiri warung juga ada sebuah toko buah yang
bisa dikatakan tidak lebih menarik daripada warung soto ini. Buah yang dijual
semuanya dengan kualitas rendah dan jujur sudah menuju busuk malah. Aku mulai
lagi menghakimi, siapa pula yang mau beli
buah dan melirik tokonya kalau semua yang dijual sudah busuk? Padahal modal
untuk membuka toko buah segar itu kan besar, sayang sekali pemiliknya tidak
bisa menjalankan nya dengan baik. Ah
pasti payah nih pemilik tokonya. Pikirku begitu.
Balik lagi ke anak lelaki kecil
yang sedang menikmati nasi goreng, dia melakukan kontak mata beberapa kali
denganku, tapi kurang tepat momennya dan jujur saja aku jarang menanggapi
kontak mata orang yang baru kutemui. Aku sangat menghindari kontak mata. Tapi
untuk sepersekian detik aku menangkap kontak matanya dan mengerti ia ingin
mengajakku berbincang. Yang aku lakukan saat itu tersenyum padanya menanggapi
kontak mata penasarannya, dan dia balas senyum balik dengan tulusnya karena senang
di tanggapi olehku. Dia menanyakan beberapa pertanyaan singkat, dan aku pun
menjawabnya. Tanggapannya atas jawaban ku itu mengingatku akan keponakan ku
yang paling besar. Dewasa sekali untuk usianya. Dia tetap penasaran tapi juga
tetap sopan saat bertanya. Aku melihat dirinya yang mandiri, bahagia dan merasa
cukup dengan kondisinya bahkan ingin membagikan energi positifnya untuk orang
lain yang terlihat sedang kekurangan energi positif sepertiku, sisa kelelahan
setelah pulang kerja. Senang rasanya dapat sedikit energi positif darinya. Dan
aku menyesal, kenapa tidak daritadi aku menanggapi kontak matanya.
Tak lama kemudian pesanan soto ku
selesai, aku sedang tidak punya uang receh saat itu, jadi ku bayar dengan
pecahan 50 ribu rupiah. Ibu pemilik tidak memiliki pecahan uang lebih kecil
untuk memberi kembalian, hingga ia pamit untuk menukarkan uang dan toko yang ia
tuju adalah toko buah yang ku kritik sebelumnya. Pemilik toko buah itu keluar,
dan kalian tau siapa pemilik toko yang ku anggap payah sebelumnya? Seorang
nenek nenek di usia senjanya, memakai kain dan baju kebaya khas perempuan jawa.
Memberi senyum kepada pemilik warung soto yang menukar uang lalu mengantarnya
sampai ke depan toko dan memandang buah buahnya yang hampir busuk dengan tatapan
yang aku belum bisa cerna. Tatapan yang sudah pasrah tapi tetap berharap buah
buah nya terjual.
Saat itu langsung tertohok
rasanya. Langsung aku membatin, Ya Allah
kau punya rencana apa hingga membuatku mampir kesini?. Aku yakin Allah
ingin aku belajar sesuatu hari itu.
Dari situ, aku merasa aku sebagai
manusia yang lemah ini sering menunjukkan kesombongan dan keangkuhan. Padahal
aku bukanlah siapa siapa. Walaupun itu tidak sering kuungkapkan, tapi dalam
hatiku aku sudah merendahkan dan mengabaikan mereka. Istighfar saat itu juga.
Ya Allah, aku dibuat kepengen sama soto betawi beberapa hari ini, agar aku
belajar ini?
Aku belajar dari si ibu pemilik
warung soto yang ramah menyambut pelanggannya, melayani dengan baik dengan sumber
daya terbatas yang ia miliki. Sementara aku sering sekali mengeluhkan kondisi
perusahaanku yang tidak kunjung membaik dan berdampak aku melayani teman teman
kerjaku dan mungkin juga nasabah dengan tidak baik dan bahkan dengan emosi. Dan
aku berjanji, aku tidak akan lagi hanya mengeluhi kondisi perusahaanku yang tak
kunjung membaik. Karena aku iri dengan ibu pemilik warung yang dia bisa
memanfaatkan yang dia miliki, walau tidak mewah, tidak melimpah namun tetap bisa
memberi pelayanan yang baik dan ikhlas serta penuh senyum.
Aku juga belajar dari si anak
lelaki kecil, bahwa berbagi tidak mesti sesuatu yang memiliki nilai uang.
Dengan senyum, sedikit perhatian orang lain bisa merasakan langsung dampaknya. Bahagia
dengan perhatian kecil yang kita mampu ungkapkan.
Dan yang paling akhir, aku
belajar dari nenek pemilik toko buah di sebelah bahwa dalam keadaan serba
terbatas sekalipun aku tidak boleh menyerah berharap. Di usia senja sepertinya
orang lain banyak yang memilih untuk mengandalkan anak anaknya, beristirahat
karena fungsi organ yang tak lagi prima bahkan yang lebih menyedihkan banyak
juga yang menghabiskan usia senjanya untuk berharap belas kasihan orang dengan
meminta minta tapi tidak dengan beliau.
Allah selalu punya rencana dan juga
pelajaran yang mengiringinya, tinggal bagaimana kita sigap atau tidak ketika
rencana Allah berjalan lalu mengambil pelajaran atas itu?. Semoga kita lebih
peka dan mudah untuk mencerna rencana yang Allah siapkan. Aamiin.
Semoga bermanfaat
With Love,
Naoo
0 komentar:
Posting Komentar