Sabtu, 24 Februari 2018

Soto Betawi



Suatu sore sepulang kerja aku ingin sekali makan soto betawi. Ngidam kayaknya (Lohh anaknya siapa? Hehehe).  Sudah kepengen sejak beberapa hari yang lalu sebenarnya cuma baru hari itu terpenuhi. Dan sebenarnya sudah ada juga tempat makan soto betawi yang bisa dibilang enak dan memuaskan lah penyajian dan servicenya. Cuma entah kenapa  hari itu pengen nyobain ditempat lain, di kereta sampai googling “tempat soto betawi enak di depok”. Dan dapat lah satu yang lokasinya dekat rumah, lokasinya tepat disamping Pasar Agung Depok. Namanya Soto Betawi Pak Haris.

Ketika pertama sampai agak heran dan bingung dengan kondisi warung soto itu. Kumuh. Mulai bertanya tuh dalam hati, serius nih enak sotonya? tempatnya aja begini. Kemudian yaa sudahlah sudah sampai disini, masa gak jadi beli. Akhirnya pesan, 1 soto ayam betawi kuah santan untuk dibawa pulang. 


Sambil menunggu pesanan soto, mata saya berkeliling sekitar area warung soto itu. Si ibu pemilik warung sudah usia paruh baya, di warung itu juga ada seorang anak laki laki sekitar kelas 3-4 SD sepertinya entah anak atau cucu si pemilik, sedang menikmati nasi goreng yang jadi makan malamnya. Di samping kiri warung juga ada sebuah toko buah yang bisa dikatakan tidak lebih menarik daripada warung soto ini. Buah yang dijual semuanya dengan kualitas rendah dan jujur sudah menuju busuk malah. Aku mulai lagi menghakimi, siapa pula yang mau beli buah dan melirik tokonya kalau semua yang dijual sudah busuk? Padahal modal untuk membuka toko buah segar itu kan besar, sayang sekali pemiliknya tidak bisa menjalankan nya dengan baik. Ah pasti payah nih pemilik tokonya. Pikirku begitu. 

Balik lagi ke anak lelaki kecil yang sedang menikmati nasi goreng, dia melakukan kontak mata beberapa kali denganku, tapi kurang tepat momennya dan jujur saja aku jarang menanggapi kontak mata orang yang baru kutemui. Aku sangat menghindari kontak mata. Tapi untuk sepersekian detik aku menangkap kontak matanya dan mengerti ia ingin mengajakku berbincang. Yang aku lakukan saat itu tersenyum padanya menanggapi kontak mata penasarannya, dan dia balas senyum balik dengan tulusnya karena senang di tanggapi olehku. Dia menanyakan beberapa pertanyaan singkat, dan aku pun menjawabnya. Tanggapannya atas jawaban ku itu mengingatku akan keponakan ku yang paling besar. Dewasa sekali untuk usianya. Dia tetap penasaran tapi juga tetap sopan saat bertanya. Aku melihat dirinya yang mandiri, bahagia dan merasa cukup dengan kondisinya bahkan ingin membagikan energi positifnya untuk orang lain yang terlihat sedang kekurangan energi positif sepertiku, sisa kelelahan setelah pulang kerja. Senang rasanya dapat sedikit energi positif darinya. Dan aku menyesal, kenapa tidak daritadi aku menanggapi kontak matanya. 

Tak lama kemudian pesanan soto ku selesai, aku sedang tidak punya uang receh saat itu, jadi ku bayar dengan pecahan 50 ribu rupiah. Ibu pemilik tidak memiliki pecahan uang lebih kecil untuk memberi kembalian, hingga ia pamit untuk menukarkan uang dan toko yang ia tuju adalah toko buah yang ku kritik sebelumnya. Pemilik toko buah itu keluar, dan kalian tau siapa pemilik toko yang ku anggap payah sebelumnya? Seorang nenek nenek di usia senjanya, memakai kain dan baju kebaya khas perempuan jawa. Memberi senyum kepada pemilik warung soto yang menukar uang lalu mengantarnya sampai ke depan toko dan memandang buah buahnya yang hampir busuk dengan tatapan yang aku belum bisa cerna. Tatapan yang sudah pasrah tapi tetap berharap buah buah nya terjual.

Saat itu langsung tertohok rasanya. Langsung aku membatin, Ya Allah kau punya rencana apa hingga membuatku mampir kesini?. Aku yakin Allah ingin aku belajar sesuatu hari itu. 

Dari situ, aku merasa aku sebagai manusia yang lemah ini sering menunjukkan kesombongan dan keangkuhan. Padahal aku bukanlah siapa siapa. Walaupun itu tidak sering kuungkapkan, tapi dalam hatiku aku sudah merendahkan dan mengabaikan mereka. Istighfar saat itu juga. Ya Allah, aku dibuat kepengen sama soto betawi beberapa hari ini, agar aku belajar ini? 

Aku belajar dari si ibu pemilik warung soto yang ramah menyambut pelanggannya, melayani dengan baik dengan sumber daya terbatas yang ia miliki. Sementara aku sering sekali mengeluhkan kondisi perusahaanku yang tidak kunjung membaik dan berdampak aku melayani teman teman kerjaku dan mungkin juga nasabah dengan tidak baik dan bahkan dengan emosi. Dan aku berjanji, aku tidak akan lagi hanya mengeluhi kondisi perusahaanku yang tak kunjung membaik. Karena aku iri dengan ibu pemilik warung yang dia bisa memanfaatkan yang dia miliki, walau tidak mewah, tidak melimpah namun tetap bisa memberi pelayanan yang baik dan ikhlas serta penuh senyum.

Aku juga belajar dari si anak lelaki kecil, bahwa berbagi tidak mesti sesuatu yang memiliki nilai uang. Dengan senyum, sedikit perhatian orang lain bisa merasakan langsung dampaknya. Bahagia dengan perhatian kecil yang kita mampu ungkapkan.

Dan yang paling akhir, aku belajar dari nenek pemilik toko buah di sebelah bahwa dalam keadaan serba terbatas sekalipun aku tidak boleh menyerah berharap. Di usia senja sepertinya orang lain banyak yang memilih untuk mengandalkan anak anaknya, beristirahat karena fungsi organ yang tak lagi prima bahkan yang lebih menyedihkan banyak juga yang menghabiskan usia senjanya untuk berharap belas kasihan orang dengan meminta minta tapi tidak dengan beliau.

Allah selalu punya rencana dan juga pelajaran yang mengiringinya, tinggal bagaimana kita sigap atau tidak ketika rencana Allah berjalan lalu mengambil pelajaran atas itu?. Semoga kita lebih peka dan mudah untuk mencerna rencana yang Allah siapkan. Aamiin.

Semoga bermanfaat
With Love,

Naoo
Share:

0 komentar:

Posting Komentar